Hukum Kriminal

TANGKAP SEMUA YANG TERLIBAT KORUPSI DANA HIBAH TERMASUK PENERIMA MANFAAT 

1005
×

TANGKAP SEMUA YANG TERLIBAT KORUPSI DANA HIBAH TERMASUK PENERIMA MANFAAT 

Sebarkan artikel ini

JOURNAL NEWS || Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan terhadap Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak.awal dari terbongkarnya kurupsi dana hibah yang diduga dilakukan secara berjamaah oleh anggota DPRD Jawa timur, Politisi Partai Golkar ini diduga menerima suap sebesar Rp 5 miliar karena memuluskan pengurusan dana hibah untuk proyek infrastruktur pedesaan yang disalurkan melalui kelompok masyarakat (Pokmas).

 

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Sahat merupakan salah satu pengusul alokasi dana hibah bersama para anggota DPRD Jawa Timur lain. Usulan itu kemudian ditindaklanjuti Pemerintah Provinsi dengan merealisasikan anggaran dana hibah sebesar Rp 7,8 triliun. Namun dibalik usulan tersebut diduga ada skenario untuk mencari keuntungan dengan modus “ijon” atau kelompok masyarakat harus memberikan komitmen fee 20% sampai 40% dari alokasi yang dana hibah yang disalurkan.sehingga realisasi anggaran. Tidak sesuai dengan besar anggaran.

 

Ditengah proses hukum yang sedang berjalan di KPK, tentu banyak pertanyaan yang muncul, salah satunya apakah kasus korupsi dana hibah hanya akan menjerat Sahat atau juga melibatkan anggota DPRD lain termasuk pihak eksekutif dan penerima hibah karena sudah jelas terang benderang melakukan korupsi secara bersama sama.

 

Jika merunut kronologi perencanaan dana hibah provinsi Jawa Timur, sebenarnya dengan mudah publik bisa menerka siapa saja yang terlibat. Misalnya dengan mengusut dan memeriksa siapa saja anggota DPRD yang mengusulkan, dibahas dengan siapa saja dan memverifikasi kepada para Pokmas sebagai penerima, dan semua penerima hibah tahun 2022 harus di periksa dan di audit rinci bukan hanya pokmas melainkan semuanya seperti anggaran besar yang di peruntukkan untuk lembaga keagamaan dan pendidikan kami punya bukti bukti semuanya kami menduga semua laporan hanya kamuflase untuk menghabiskan anggaran padahal kenyataan nya tidak sesuai ” ujar Sudarsono selaku ketua LSM TAMPERAK JATIM” dan ada pula yang fiktif.

 

DPRD memang memiliki kewenangan atau hak budgeting untuk terlibat dalam setiap pembahasan anggarannya bersama eksekutif. Namun bercermin pada kasus di Jawa Timur ini, kewenangan itulah yang diduga disalahgunakan untuk mengatur siapa saja yang bisa mendapatkan dana hibah, berapa jumlah alokasi yang akan didapatkan serta dimana saja akan didistribusikan. Penyalahgunaan wewenang tersebut kemudian diakhiri dengan meminta komitmen fee atau ijon dari para Pokmas dan para penerima hibah lain nya.

 

Mengambil Untung dari Dana Hibah

Fakta menunjukan jika dana hibah seringkali menjadi sasaran para pemburu rente. Hal ini setidaknya tergambar dari hasil pemantauan LSM TAMPERAK JATIM terakhir dimana ada Beberapa kasus korupsi dana hibah yang melibatkan anggota DPRD di berbagai wilayah di Indonesia, yang paling parah yaitu Jawa Timur,. Sedangkan modus yang sering digunakan yaitu, pemotongan anggaran, laporan fiktif, penggelembungan harga atau mark up, penggelapan dan penyalahgunaan anggaran.

 

Selain menjadi sasaran rente, dana hibah juga bisa dimanfaatkan secara politik baik oleh anggota legislatif daerah maupun pihak eksekutif. Pada situasi menjelang pesta demokrasi, dana hibah dapat digunakan sebagai dana politik untuk meraup suara, misalnya membiayai tim sukses atau dana hibah disalurkan di daerah pemilihan (dapil) dan mengklaim sebagai prestasi atau uang pribadi kandidat

 

Berbagai kasus yang terjadi menunjukan jika dana hibah sangat rawan penyimpangan, tidak hanya oleh legislatif daerah tetapi juga eksekutif dan penerima hibah yang turut serta karena semuanya memiliki kewenangan masing-masing. Patut diketahui Peraturan Pemerintah (PP) 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah mengatur soal pemberian hibah harus atas usulan tertulis kepada kepala daerah. Kemudian tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring dan evaluasi hibah diatur lebih lanjut dengan peraturan kepala daerah.

 

Itu artinya dalam hibah Jawa Timur, KPK harus mengembangkan proses hukumnya ke pihak eksekutif, dan penerima sehingga berbagai penggeledahan ruang kantor Gubernur, Wakil Gubernur, Sekretaris Daerah dan Perangkat daerah yang relevan terkait dana Hibah Infrastruktur ini merupakan langkah yang tepat.

 

Nuansa Intervensi terhadap Proses Hukum

Ditengah merosotnya kredibilitas KPK akibat persoalan etik Komisionernya, langkah Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap politisi daerah patut diapresiasi. Ironisnya Pemerintah melalui Luhut Binsar Pandjaitan justru menyatakan sebaliknya, menganggap OTT tidak bagus dan terkesan merusak citra negara Indonesia. Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) ini lebih mendorong penerapan pencegahan oleh KPK bisa lebih maksimal salah satunya dengan sistem yang terdigitalisasi.

 

 

Para pejabat pemerintah seharusnya lebih arif untuk menyikapi proses hukum sebuah kasus yang sedang berjalan agar tidak terkesan mengintervensi kerja penegak hukum dalam menangani perkara. Seharusnya Pemerintah termasuk Menko Marves yang harus lebih giat memperkuat sistem pencegahan di internal K/L/PD, karena jika korupsi masih terjadi berarti sistem pencegahan termasuk digitalisasi belum berjalan optimal.pungkas Sudarsono.(ahd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *