Pengamat hukum dan sosial, Kusnandar Ali, S.H, mengingatkan bahwa lemahnya pengawasan serta minimnya literasi digital membuat anak-anak rentan menjadi korban, bahkan tanpa disadari dapat terseret persoalan hukum.
“Banyak aplikasi chat yang secara fitur tidak ramah anak, namun digunakan bebas oleh anak-anak. Di sinilah letak bahayanya, karena komunikasi yang awalnya dianggap biasa bisa berujung pada pelanggaran hukum, eksploitasi, hingga kejahatan siber,” ujar Kusnandar Ali, S.H, kepada media, Senin (22/12/24).
Menurutnya, beberapa kasus yang muncul menunjukkan anak di bawah umur terjerat masalah serius, mulai dari penyalahgunaan identitas, konten tidak pantas, hingga dugaan tindak pidana yang melibatkan pihak lain di ruang digital.
Kusnandar menegaskan bahwa peran orang tua tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh teknologi. Pengawasan aktif, pembatasan penggunaan gawai, serta edukasi tentang etika dan risiko dunia digital menjadi langkah mendesak yang harus dilakukan.
“Orang tua harus paham aplikasi apa saja yang digunakan anaknya. Jangan sampai kelalaian kita justru menghancurkan masa depan anak karena satu kesalahan di dunia maya,” tegasnya.
Ia juga mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum untuk lebih aktif melakukan sosialisasi serta pengawasan terhadap platform digital yang berpotensi disalahgunakan oleh anak-anak.
“Perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab keluarga, tetapi juga negara dan penyedia platform digital,” tambahnya.
Dengan meningkatnya kasus yang melibatkan anak di bawah umur, masyarakat diimbau lebih waspada dan tidak menganggap remeh aktivitas anak di ruang digital, terutama pada aplikasi chat yang sedang viral dan belum memiliki sistem pengamanan yang kua











