*Journalnews.id*
JEMBRANA //Dunia Pers Kembali diuji dengan dilimpahkannya kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap jurnalis I Putu S ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana,
Kasus ini berawal dari berita Investigasi yang menyoroti dugaan pelanggaran sempadan sungai oleh sebuah SPBU di Jembrana, Disinyalir dibenarkan oleh pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida.” memang adanya indikasi pelanggaran tata ruang hijau perkotaan, lantaran adanya dugaan ketidaksesuaian perjanjian atas tanah sewa dari Pemkab Jembrana, yang seharusnya digunakan sebagai lahan nonbisnis.
Namun alih-alih dianggap sebagai fungsi kontrol sosial pers, berita tersebut malah berujung proses hukum. Jurnalis yang menulisnya kini terancam pidana.
“Sekretaris Jenderal Majelis Pers, Ozzy Sulaeman Sudiro, SH,yang juga Ketum Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), angkat suara menanggapi perkembangan ini. dan Ia menyayangkan langkah Dewan Pers yang tidak membela secara aktif insan pers yang tengah menghadapi kriminalisasi.
“Seharusnya Dewan Pers berdiri di depan membela jurnalis yang menjalankan tugas jurnalistik sesuai Undang-Undang Pers. Ketika produk jurnalistik bisa langsung diproses pidana, ini preseden buruk,” tegas Ozzy dalam keterangannya, pada Rabu (30/7/2025).
Ia menilai bahwa perkara seperti ini seharusnya cukup diselesaikan melalui hak jawab dan mediasi etik, bukan dibawa ke ranah pidana menggunakan pasal karet UU ITE.
“Jika Dewan Pers hanya menjadi penonton, apalagi jika keliru memberikan putusan, ini bisa membuka ruang pembungkaman terhadap kemerdekaan pers. Fungsi kontrol sosial pers akan hilang jika jurnalis dibungkam lewat jalur hukum,” tambahnya.
Kasus ini, bermula dari berita berjudul “Seakan Menjajah, Investor Ini Masuk Kabupaten Jembrana Diduga Caplok Sempadan Sungai” yang ditayangkan oleh Media CMN. Dalam berita itu, I Putu S juga tidak menyebutkan nama asli pemilik SPBU, menggunakan nama samaran Anik Yahya, meskipun nama pemilik dalam izin adalah Dewi Supriyani.
Pihak SPBU kemudian melalui kuasa hukumnya melayangkan somasi, yang berikutnya telah dijawab secara resmi oleh redaksi CMN. Namun, alih-alih memilih penyelesaian melalui mediasi sengketa pers, pelapor menempuh jalur hukum pidana. Kini, I Putu S ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan melanggar Pasal 27A UU ITE jo Pasal 45 ayat (4), dan telah dilimpahkan ke Kejari Jembrana pada 15 Juli 2025.
Sementara itu, kuasa hukum I Putu S, yakni I Putu Wirata Dwikora mengungkapkan bahwa, semua prosedur jurnalistik telah dijalankan oleh kliennya selaku jurnalis. Mulai dari konfirmasi ke pihak SPBU, ke dinas pemerintah, hingga ke narasumber lokal. Bahkan ketika diundang untuk hak jawab, pihak pelapor tidak hadir.
“Klien kami hanya menyuarakan keresahan publik. Kalau media tidak bisa menyampaikan informasi seperti ini, lalu siapa lagi?” ucap dwikora.
Di sisi lain, suara tegas juga datang dari Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI). Dalam surat resmi bernomor 140/INV./DPP/AWDI/BL/VII/2024, AWDI meminta agar perkara ini ditinjau ulang dan ditangguhkan ke jalur hukum, baik di kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan.
“Karya jurnalistik I Putu S adalah murni produk jurnalistik yang telah sesuai Kode Etik dan memiliki kepentingan publik. Wartawan yang bekerja sesuai etika harus dilindungi,” tegas Ketua DPP AWDI, Budi Wahyudin Syamsu dalam suratnya.
AWDI menyatakan bahwa berita tersebut dilandasi investigasi dan konfirmasi ke berbagai pihak, termasuk warga, Dinas PUPR, dan pemilik SPBU. Mereka juga menegaskan tidak ada unsur pemerasan, pencemaran pribadi, atau penyalahgunaan profesi.
Lebih jauh, AWDI mengingatkan bahwa UU Pers No. 40 Tahun 1999 menjamin perlindungan hukum terhadap jurnalis yang bekerja sesuai kode etik. Produk jurnalistik, menurutnya tidak semestinya diseret menggunakan pasal-pasal pidana umum, terlebih jika telah dilakukan upaya hak jawab.
Catatan Redaksi:
Kasus ini menjadi pengingat serius: jika jurnalis bisa dipidana karena menyampaikan fakta dan kegelisahan publik, maka masa depan kebebasan pers di daerah terancam. Ketika suara kebenaran dibungkam, bukan hanya jurnalis yang kalah, tetapi juga masyarakat yang kehilangan hak atas informasi.” Fr.as
Reporter Media Group