Batam,journal news – Kebutuhan material pasir di Kota Batam terbilang langka. Apalagi saat ini harga nya pun selangit. Hal tersebut banyak di sesali beberapa pelaku usaha material atas sikap Pemerintah Kota Batam yang telah menutup akses pencucian pasir lokal yang ada di Kecamatan Nongsa.
Saat ini pemerintah lebih tertarik dengan menghadirkan pasir tongkang untuk pembangunan sekarang. Namun, pemerintah sendiri tak sadar akan jangkauan harga apabila masyarakat kecil ketika nantinya membangun sebuah rumah.
“Inikan seakan-akan ada sebuah permainan antara pengusaha (Cukong) bersama pejabat.
Artinya pemerintah harus bijak dalam hal ini untuk peningkatan pembangunan dan sesuai dengan kebutuhan ekonomi masyarakatnya,” kata M.Sianturi di Batam, sebagai pelaku usaha material kepada media pada, Rabu (28/02/0224).
Lebih lagi di jelaskannya, apa yang menjadi beban usaha nya adalah terkait kehadiran pasir lokal yang ada di Batam sangat terbatas. Kebutuhan material pasir saat ini di toko bangunan tidak lagi seperti dulu. Sebelumnya masyarakat begitu gampang membelinya dan harga nya pun tidak terlalu mahal.
“Pasir tongkang di datangkan ke Batam itu boleh saja, tetapi kan masalah nya di harga. Misal nya ketika ada pembangunan memakai pasir tongkang, dimana harga nya kalah jauh dari harga pasir lokal. Semenjak pasir tongkang masuk ke Kota Batam, hal itu yang menjadi polemik di kalangan para pelaku usaha material. Sebab adanya kecurangan tangan pemerintah terhadap pelaku usaha dengan memberikan ijin nya dan mengeksekusi para pekerja pencuci pasir yang ada di Kecamatan Nongsa,” ujar nya.
Sejauh ini kata dia, Perbandingan harga pasir lokal dengan pasir tongkang sangat jauh. Pasti lokal meraup harga satu jutaan /dum truk sedangkan pasir tongkang mendekati harga tiga jutaan. Tinggi nya harga pasir tongkang harus dapat di sesuaikan oleh pendapatan masyarakat. Celaka nya kalau masyarakat untuk membangun sebuah rumah, sementara besarnya pendapatan hanya sebatas UMK Batam, itu tidak sepadan. Standartnya harus berimbang dari segi ekonomi.
Lokasi pencuci pasir saat ini ditutup. Ribuan warga di Nongsa jelas menganggur. Pemerintah saat ini berupaya melakukan sidak ke toko bangunan untuk memberikan denda kepada pemilik toko.
“Beberapa bulan ini, kita dengar dari toko lain yang ada di Batam Center, pasir mereka yang di beli dari Nongsa hasil cucian di sidak oleh pemerintah untuk dikenakan denda. Denda yang mereka minta pun tidak main main. Kita sebagai pembeli di jadikan penadah. Ini kan pemerintah seakan mau mengkebiri hak kita,” ungkapnya.
Seharusnya pemerintah memperhatikan nasib para pencuci pasir di sana. Kalau mereka di stop apakah pemerintah dapat memberikan kebutuhan mereka sehari hari. Jadi jangan gara gara kehadiran pasir tongkang, mereka menjadi amukan pemerintah. Tindakan tegas pemerintah dalam penyetopan harus setimpal dengan solusi apa yang di berikan. Apalagi Batam sedang dalam sektor pembangunan yang signifikan.
“Oke sich,,,kalau pemerintah melakukan penertiban. Tapi pemerintah harus ada kebijakan solusi akan pertimbangan, bagaimana mereka memberikan relokasi lahan yang legal bagi si pencuci pasir agar mereka bisa hidup. Kan di situ bisa di ambil pajak untuk pemerintah, mereka pun pasti mau,” pesannya.
“Batam ini merupakan pembangunan Industri dan Pariwisata. Jadi kalau pembangunan di tingkatkan, anggaran pemerintah pun juga di naikan seperti gaji dan harga pembangunan juga dinaikan. Jadi di sini kita dapat menikmati dan bisa makan semua nya, karena kebutuhan pasir sangat tinggi,” tutupnya.
Hukum berbicara atas sepenggal para pencuci pasir di Nongsa selalu di Eksekusi oleh Instansi terkait
Beberapa di kawasan Kecamatan Nongsa ada beberapa titik lokasi pencucian pasir kini tidak lagi beroperasi. Kondisi itu imbas ke para pelaku usaha material di keseluruhan yang ada di Kota Batam. Kebutuhan pasir kini menjadi momen penting di pertanyakan atas pemerintah telah mengeluarkan ijin pasir tongkang.
(Asriadi )