Hukum Kriminal

Mengenal Penyelesaian Diversi Sebagai Bentuk Pengampunan dari Negara bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum

1130
×

Mengenal Penyelesaian Diversi Sebagai Bentuk Pengampunan dari Negara bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum

Sebarkan artikel ini

JOURNAL NEWS // Anak dibawah umur yang melakukan tindak pidana atau berkonflik dengan hukum, bisa bebas dari hukuman pidana melalui penyelesaian perkara diversi anak.

Penyelesaian Diversi sendiri merupakan bentuk pengampunan dari negara bagi anak yang berkonflik dengan hukum. Hal ini dijelaskan oleh Pengacara asal Indramayu, Ruslandi, S.H.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

“Diversi anak adalah suatu proses peradilan anak yang mengesampingkan atau memindahkan pemidanaan anak dari pemidanaan umum di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), seperti pada peradilan umum orang dewasa ,tapi dalam bentuk yang lain,” jelas Ruslandi, saat ditemui di salah satu cafe yang ada di Indramayu, Senin (29/01/2024).

Lebih lanjut, Ruslandi menerangkan bahwa diversi dapat diselesaikan melalui metode musyawarah mufakat antara pelaku anak yang berkonflik dengan hukum melakukan tindak pidana, dengan syarat ancaman hukumannya dibawah 7 tahun.

“Ketentuan diversi anak ini tertuang dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan anak pasal 1 dan juga Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 04 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, itu diatur bahwa diversi merupakan pengalihan proses peradilan anak dimana pemidanaan anak tidak harus di dalam penjara dan bisa diselesaikan dengan catatan adanya musyawarah dengan korban,” terangnya.

Masih dikatakan Ruslandi, berdasarkan Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang peradilan anak juga diatur bahwa batas usia anak adalah dibawah 18 tahun.

Namun demikian, Ruslandi mengungkapkan bahwa diversi anak hanya dapat dilakukan terhadap orang yang sama. Jika anak melakukan tindak pidana lebih dari satu kali, maka penyelesaian melalui diversi tidak bisa lakukan lagi.

“Diversi itu hanya sekali bisa dilakukan dan diterima manfaatnya oleh mereka para anak yang berkonflik dengan hukum. Jadi, kalau sudah mengulangi lagi perbuatannya sudah residivis, tidak bisa lagi dilakukan diversi,” ungkapnya.

“Sehingga saat tertangkap lagi dalam kasus apapun atas diri anak ini yang sudah pernah diversi, tidak bisa lagi, berarti dia tidak ada efek jera,” lanjutnya.

Pada awal tahun 2024 ini, Ruslandi sendiri telah berhasil melakukan penyelesaian perkara melalui diversi, kepada 3 orang anak yang melakukan tindak pidana. 2 anak selesai di tingkat Pengadilan, sedangkan 1 lagi di tingkat penyidikan.

“Beberapa kasus yang saya tangani telah dilakukan diversi dalam 1 hari yang sama, yaitu pada tanggal 19 Januari 2024, saya mengeluarkan 3 orang anak dibawah umur dimana akibat perbuatannya, seharusnya proses di persidangan. Akan tetapi, berkat kerja sama semua pihak, yakni saya, penyidik dan orang tua korban, bisa terjadi musyawarah mufakat sehingga anak-anak ini berhasil dibebaskan,” paparnya.

Ruslandi juga mengaku prihatin dengan aktivitas anak jaman sekarang. Menurutnya, sosial media berperan penting sebagai faktor utama penyebab pertikaian remaja. Oleh sebab itu, ia menyarankan kepada pihak kepolisian untuk melakukan monitoring kegiatan cyber.

“Saran saya agar menekan potensi pertikaian antar remaja, Polres harus secara khusus melakukan monitoring kegiatan cyber untuk mengidentifikasi akun-akun tertentu di sosial media yang sekiranya menimbulkan potensi pertikaian,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *