Media Group
Journalnews.id
JAKARTA // Lembaga Investigasi Masyarakat dan Kriminal Khusus Republik Indonesia (LIDIK KRIMSUS RI) menyoroti keras maraknya peredaran oli palsu bermerek Pertamina di wilayah Kalimantan Barat. Temuan internal menyebutkan, nilai transaksi ilegal dari praktik pemalsuan oli tersebut diduga mencapai angka fantastis—sekitar Rp 85 miliar setiap bulan.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Nasional (DPN) LIDIK KRIMSUS RI, M. Rodhi Irfanto, SH, menyebut peredaran oli palsu ini bukan sekadar kejahatan industri semata, melainkan telah mengarah pada pelanggaran hukum yang berlapis dan terorganisir. Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, untuk segera mengambil langkah tegas dan terukur.
“Ini bukan hanya soal pemalsuan merek. Ini kejahatan terstruktur yang melanggar Undang-Undang Merek, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hingga Undang-Undang Perpajakan. Negara, konsumen, dan BUMN seperti Pertamina dirugikan secara masif,” tegas Rodhi dalam keterangannya kepada media, Rabu (17/4).
Rodhi merinci bahwa tindak pidana yang bisa dikenakan terhadap pelaku antara lain:
Pasal 100 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis: Pelaku dapat diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar karena menggunakan merek yang memiliki persamaan pokok dengan merek terdaftar tanpa izin.
Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen: Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan barang yang cacat atau tidak sesuai standar dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar.
Pasal 39 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP): Pelaku yang dengan sengaja menggelapkan pajak dari transaksi ilegal dapat dipidana penjara hingga 6 tahun dan denda hingga 4 kali jumlah pajak terutang.
“Dengan dugaan nilai transaksi Rp 85 miliar per bulan, maka potensi penggelapan pajak yang terjadi sangat signifikan. Ini harus menjadi perhatian khusus Direktorat Jenderal Pajak dan pihak Kepolisian,” tambah Rodhi.
Rodhi menyatakan LIDIK KRIMSUS RI tidak akan tinggal diam. Jika dalam waktu dekat tidak ada langkah konkret dari Polda Kalbar, pihaknya akan melaporkan kasus ini langsung ke Bareskrim Mabes Polri. Bahkan, ia menyebut akan menggandeng Indonesia Police Watch (IPW) untuk memperluas pengawasan terhadap proses penegakan hukum.
“Kami khawatir ada pembiaran atau intervensi dalam penanganan kasus ini. Padahal kerugiannya sudah lintas sektor: negara kehilangan pendapatan, konsumen dirugikan secara kualitas, dan reputasi BUMN rusak,” tegasnya.
Selain itu, LIDIK KRIMSUS RI meminta aparat menyelidiki jalur distribusi oli palsu secara menyeluruh, mulai dari dugaan impor ilegal, lokasi pengemasan ulang, hingga ke para pengecer di tingkat lokal. Rodhi juga menyinggung kemungkinan adanya oknum yang terlibat dalam melindungi praktik ilegal tersebut.
Rodhi menutup pernyataannya dengan menyerukan agar proses hukum dijalankan secara transparan, independen, dan tanpa kompromi terhadap pihak mana pun.
“Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan karena penegakan hukum tidak menyentuh aktor-aktor utamanya. Kasus ini harus dibongkar sampai ke akarnya,” Pungkasnya.
Laporan :Tim
Wartawan:Frengky.As