Hukum Kriminal

Banyak 86 di Wilayah Hukum Kepolisian, Kepercayaan Publik Terancam

102
×

Banyak 86 di Wilayah Hukum Kepolisian, Kepercayaan Publik Terancam

Sebarkan artikel ini

JOURNAL NEWS // Meningkatnya laporan terkait praktik “86” di sejumlah wilayah hukum kepolisian memicu kekhawatiran masyarakat dan menyoroti pentingnya transparansi serta integritas dalam penegakan hukum. “86” merupakan istilah yang kerap digunakan untuk merujuk pada praktik penyelesaian masalah hukum melalui jalan pintas atau suap, yang tentunya bertentangan dengan prinsip keadilan.

Dalam beberapa bulan terakhir, masyarakat di beberapa wilayah melaporkan adanya dugaan praktik “86” yang melibatkan oknum anggota kepolisian. Modus yang sering terjadi meliputi upaya menyelesaikan perkara pidana secara informal dengan imbalan uang atau barang berharga lainnya.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Data dan Fakta di Lapangan

Berdasarkan laporan dari Lembaga Pengawas Independen Hukum (LPIH), pada tahun 2023 sebanyak 35% dan pada tahun 2024 sebanyak 40% dari total pengaduan masyarakat terkait dengan dugaan korupsi di institusi kepolisian berhubungan langsung dengan praktik “86”. Jenis kasus yang paling sering di“86” meliputi pelanggaran lalu lintas, penyelesaian perkara ringan, hingga kasus pidana berat.. berhubungan langsung dengan praktik “86”. Jenis kasus yang paling sering di“86” meliputi pelanggaran lalu lintas, penyelesaian perkara ringan, hingga kasus pidana berat.

 

Respons Kepolisian

Kapolri melalui Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Agus Santoso, pada tahun 2024 menyatakan bahwa institusi kepolisian berkomitmen untuk menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam praktik tersebut.

“Kami tidak akan mentoleransi tindakan yang mencoreng integritas Polri. Masyarakat diimbau untuk melaporkan setiap dugaan praktik ‘86’ melalui saluran resmi yang telah kami sediakan,” tegasnya.

Sebagai langkah awal, Polri telah membentuk tim investigasi khusus untuk menyelidiki laporan-laporan tersebut. Selain itu, mereka juga berencana memperkuat pengawasan internal melalui penggunaan teknologi, seperti kamera tubuh (body cam) untuk anggota yang bertugas di lapangan.

Dampak Terhadap Kepercayaan Publik

Praktik “86” tidak hanya merugikan individu, tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. Jika dibiarkan, hal ini dapat memperburuk citra institusi kepolisian secara keseluruhan.

“Kami berharap ada perbaikan nyata, baik dari sisi pengawasan internal maupun pembenahan sistem hukum, agar tidak ada lagi ruang bagi praktik seperti ini,” ungkap salah seorang warga, yang juga merupakan aktivis hukum di daerahnya.

Langkah Masyarakat

Masyarakat diharapkan berperan aktif dalam mencegah dan melaporkan praktik “86”. Selain melaporkan melalui saluran resmi, masyarakat juga dapat membentuk kelompok pengawasan berbasis komunitas untuk mendokumentasikan dugaan pelanggaran dan melibatkan media lokal guna meningkatkan transparansi.

Sebagai langkah konkret lainnya, masyarakat dapat mengikuti program edukasi hukum yang diselenggarakan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau lembaga pendidikan untuk memahami hak-hak mereka dan cara melaporkan pelanggaran secara efektif. Dengan adanya kesadaran bersama dan dukungan dari pihak kepolisian, diharapkan transparansi dan integritas dalam penegakan hukum dapat kembali terjaga.

Redaksi mengimbau pembaca untuk menyampaikan informasi dan laporan dugaan praktik “86” kepada saluran resmi Polri melalui aplikasi “Dumas Presisi”, website resmi Polri, atau langsung ke Lembaga Pengawas Independen Hukum (LPIH) untuk mendukung terciptanya penegakan hukum yang bersih dan transparan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *