Cirebon, Sabtu, 15 Februari 2025 – Oknum DPRD Kabupaten Cirebon Dari Partai Golkar tersebut, Ari Bahari, menuai kecaman luas dari kalangan jurnalis setelah menyebut wartawan dengan istilah “wartawan Bodrex”. Pernyataan kontroversial ini disampaikan Ari menanggapi Bahwa birokrasi dibuat resah oleh LSM dan Wartawan bodrex. Ungkapan tersebut dianggap merendahkan profesi jurnalis dan memicu protes keras dari berbagai organisasi pers di Cirebon termasuk PWRI DPC Kabupaten Cirebon.
Ari Bahari, dalam suatu acara di salah satu tv swasta, mengungkapkan ketidakpuasan terhadap LSM dan awak media yang dinilai sudah membuat ruwed birokrasi. Ia kemudian menggunakan istilah “wartawan Bodrex,” merujuk pada obat penghilang sakit kepala, untuk menggambarkan wartawan yang menurutnya tidak berkualitas.
Pernyataan ini langsung memicu reaksi negatif, Banyak pihak menilai ungkapan tersebut sebagai penghinaan dan pelecehan terhadap profesi jurnalis yang memiliki peran vital dalam menyampaikan informasi kepada publik. Sejumlah organisasi wartawan dan jurnalis secara tegas mengecam pernyataan tersebut.
M. Juanda Ketua PWRI DPC Kabupaten Cirebon, menyatakan kekecewaannya. “Harusnya oknum, jangan ada embel-embel Bodrex,” tegasnya. Ia pun meminta Ari Bahari untuk memberikan klarifikasi dan permintaan maaf secara resmi.
Senada dengan itu, sekertaris PWRI DPC Kabupaten Cirebon, Arif prihatin, menuntut bukan hanya permintaan maaf, tetapi juga bukti atas pernyataan Ari Bahari. Seluruh awak media yang tergabung dalam PWRI juga mengecam keras pernyataan dewan tersebut.
Kecaman semakin keras mengingat pernyataan tersebut dinilai sebagai tindakan yang menghambat kemerdekaan pers dan melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) (tentang kemerdekaan pers) dapat dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda Rp.500.000.000,00.
“Merendahkan wartawan secara keseluruhan berarti menghancurkan kemerdekaan pers dalam menjalankan fungsi kontrol sosial,” ujar Sekertaris PWRI DPC Kabupaten Cirebon.
Mereka menekankan bahwa jurnalis bukanlah musuh negara atau alat politik, melainkan mitra pemerintah dalam membangun informasi yang transparan dan akuntabel.
Insiden ini juga menyoroti perlunya pelatihan dan edukasi bagi pejabat publik tentang etika berkomunikasi dan pentingnya memahami peran jurnalis dalam menjaga demokrasi. Beberapa organisasi wartawan berencana menggelar diskusi terbuka untuk membahas isu ini lebih lanjut, mengundang akademisi dan pengamat media untuk menciptakan lingkungan yang saling menghormati antara jurnalis dan pejabat publik. Dialog konstruktif antara wartawan dan pejabat publik dinilai krusial untuk mendorong kolaborasi yang lebih positif dalam penyampaian informasi kepada masyarakat.
#No Viral No Justice