*TEGAL* — Dugaan aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) kembali mencuat di Kabupaten Tegal. Temuan tersebut berada di Desa Pagerwangi, Kecamatan Balapulang, dengan dua titik aktivitas tambang yang setelah diverifikasi melalui peta resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dinyatakan berada di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Temuan ini diperoleh berdasarkan laporan warga serta hasil penelusuran Gerhana Indonesia DPD Jawa Tengah melalui data spasial resmi. Berdasarkan hasil verifikasi, titik pertama berada di sekitar koordinat 7°05’32”S, 109°07’51”E dan titik kedua di 7°05’19”S, 109°07’03”E. Di kedua lokasi tersebut ditemukan aktivitas pengerukan material dan kegiatan pertambangan aktif, namun tidak tercatat memiliki izin usaha pertambangan resmi dalam sistem perizinan kementerian teknis.
Ketua Satgasus LSM Gerhana Indonesia, Ree’, menegaskan bahwa temuan tersebut berbasis data spasial resmi negara. Hasil overlay peta WIUP Kementerian ESDM menunjukkan kedua titik aktivitas tambang berada di area tanpa izin pertambangan. “Secara hukum, ini sudah cukup untuk mengindikasikan adanya aktivitas pertambangan ilegal. Lokasinya jelas berada di luar WIUP,” tegas Ree’.
Dalam perkembangan lain, Kepala Desa Pagerwangi, dalam pengakuannya yang terdokumentasi melalui rekaman suara, menyebut bahwa aktivitas pertambangan di wilayah tersebut dikelola oleh PT RBA. Ia juga menyatakan bahwa hubungan antara perusahaan dan Pemerintah Desa Pagerwangi selama ini berjalan baik. “Hubungannya bagus, bagus, bagus,” ujarnya.
Namun demikian, Kades Pagerwangi mengakui bahwa dirinya secara pribadi tidak menyetujui adanya aktivitas penambangan di wilayah desa tersebut. Ia berdalih kegiatan itu merupakan kelanjutan dari kebijakan kepala desa sebelumnya, disertai persetujuan pemilik lahan serta dokumen UKL-UPL yang disepakati bersama Dinas Lingkungan Hidup pada tahun 2012. Ia juga menyebut adanya izin blasting serta batas waktu penambangan yang seharusnya dipatuhi.
Gerhana Indonesia menilai pengakuan tersebut justru memperjelas persoalan hukum. UKL-UPL ditegaskan bukan izin usaha pertambangan dan tidak memiliki kekuatan hukum untuk melegalkan aktivitas tambang, terlebih apabila dilakukan di luar WIUP. Relasi baik antara perusahaan dan pemerintah desa juga tidak dapat dijadikan dasar pembenar terhadap aktivitas yang bertentangan dengan regulasi pertambangan. “Persetujuan warga, jual beli lahan, atau hubungan harmonis dengan pemerintah desa tidak pernah mengubah status hukum tambang. Di luar WIUP tetap ilegal,” tegas Ree’.
Gerhana Indonesia juga menyoroti potensi pelanggaran berlapis apabila benar terdapat batas waktu penambangan yang telah terlampaui. Aktivitas lanjutan berpotensi melanggar ketentuan administrasi, lingkungan hidup, hingga pidana. Oleh karena itu, Gerhana Indonesia DPD Jawa Tengah mendesak Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tegal melakukan verifikasi faktual di lapangan, menghentikan sementara seluruh aktivitas pertambangan di titik non-WIUP, serta mendorong aparat penegak hukum bertindak objektif dan profesional.
“Lingkungan tidak mengenal istilah warisan kebijakan atau hubungan baik. Jika ada pelanggaran dan potensi kerusakan, negara wajib hadir dan bertindak,” pungkas Ree’. (AM)











